Kearifan Lokal Masyarakat Adat
Tradisi Masyarakat Adat Baduy
Dalam
perjalanan kali ini kami melakukan kunjungan ke wilayah suku baduy. Secara admisitratif
kawasan suku baduy. Termasuk wilayah desa kanekes, kecamatan leuwi dammar, kabupaten
lebak, propinsi banten. dari segi topografi wilayah desa kanekes, memiliki luas
5108 hektar, dengan perincian 3000 hektar merupakan hutan lindung sedangkan
sisanya merupakan lahan pemukiman masyarakat baduy. Menurut data statistik
sensus tahun 2000 keseluruhan masyarakat baduy berjumlah 7317 orang, yang terdiri
dari 3776 orang laki laki dan 3641 orang perempuan, sedangkan bila dilihat dari
jumlah kampungnya, masyarakat baduy terdiri dari 59 kampung. Tidak sulit untuk mencapai wilayah baduy
setelah melewati kota rangkas bitung, tujuan selanjutnya ialah terminal
ciboleger, di terminal inilah kendaraan yang kita bawa dititipkan, kepada
penduduk setempat. dari tempat ini gerbang menuju perkampungan baduy luar sudah
dekat, jaraknya kira - kira 50 meter. Sepanjang jalan menuju gerbang baduy luar
berderet para penjual kebutuhan pokok seperti beras dan lauk pauk.para penjual
ini selain menyediakan kebutuhan untuk penduduk sekitar, juga menjualnya kepada
masyrakat baduy luar dan baduy dalam.
Sebagaimana
yang diketahui sudah sejak tahun 1970 an masyarakat baduy, kerap dikunjungi
oleh para pengunjung, mulai dari masyarakat biasa, hingga yang paling sering
ialah para pelajar dan peneliti budaya. Secara kasat mata dalam kunjungan ke
baduy, kita akan disuguhi pemandangan suasana perkampungan dengan rumah - rumah
yang seragam serta berderet. Rumah ini dibangun dari bahan kayu sebagai tiangnya, sedangkan
dindingnya dibuat dari anyaman bambu, yang unik dari desain rumah ini ialah
atapnya yang terbuat dari daun kirey.
Suku
baduy menurut adatnya terbagi menjadi dua, yaitu baduy luar dan baduy dalam. Baduy luar dapat dibedakan dari cara mereka berpakaiannya, mereka biasanya
berpakaian warna hitam dengan ikat kepala warna biru, namun saat ini dikawasan
baduy luar sudah banyak juga warganya yang berpakaian layaknya masyarakat biasa. sedangkan baduy dalam memiliki ciri
pakaian baju hitam dan celana hitam ataupun baju putih dan celana hitam, dengan
ikat kepala warna putih. dengan kata lain perbedaan paling mencolok antara baduy luar dan dalam ialah terletak pada ikat
kepala yang mereka pakai.
Selama
ini secara tidak sadar telah terpatri disebagian masyarakat, bahwa bila kita
berkunjung ke baduy, kita akan disuguhi suasana seram dengan orang - orang yang
masih kolot serta berpakaiaan hitam - hitam. Namun setelah kami berkunjung kesana
ternyata anggapan sebagian orang ini tidak benar. Bahkan sebaliknya ketika berada disana suasana yang tampak ialah sangat menyenangkan serta orang - orang
yang ramah dan hangat.
Secara
sepintas ketatnya aturan adat di baduy bagi orang luar merupakan hal yang mengekang
masyarakatnya, namun ketika hal itu ditanyakan kepada beberapa masyarakat baduy
yang di temui, pada umumnya mereka menjawab tidak keberatan, bahkan meraka
patuh dan taat kepada adat tanpa paksaan dari siapapun. Menurt para tetua
siapapun warga baduy yang sudah tidak mau tunduk pada adat dipersilakan untuk
mencari kehidupan lain diluar baduy.
Secara historis masyarakat baduy, baik itu
baduy luar, maupun baduy dalam, bermata pencaharian secara agraris. dalam
artian, mereka memanfaatkan lahan, yang mereka punya, untuk menyambung hidup,
sebagaimana diketahui dengan luas lahan yang cukup luas masyarakat baduy
memanfatkannya untuk bercocok tanam di ladang. Dalam keseharian mereka, pola
bercocok tanam seperti itu disebut ngahuma, setiap anggota masyarakat baduy
memiliki huma yang luasnya berbeda beda.
Di huma tersebut biasanya mereka menanam padi, yang dipanen setiap 6 bulan sekali. Hasil panen ini biasanya disimpan disebuah tempat yang bernama leuit, atau lumbung padi, bangunannya sangat khas,setiap keluarga di baduy sudah pasti memilikiny, selain itu masyarakat baduy juga sangat arif dalam mengelola hasil hutan. Kearifan ini terlihat dari mereka kerap kali mengambil hasil hutan hanya seperlunya saja, tidak berlebihan seperti orang luar.
Di huma tersebut biasanya mereka menanam padi, yang dipanen setiap 6 bulan sekali. Hasil panen ini biasanya disimpan disebuah tempat yang bernama leuit, atau lumbung padi, bangunannya sangat khas,setiap keluarga di baduy sudah pasti memilikiny, selain itu masyarakat baduy juga sangat arif dalam mengelola hasil hutan. Kearifan ini terlihat dari mereka kerap kali mengambil hasil hutan hanya seperlunya saja, tidak berlebihan seperti orang luar.
Selain arif dalam mengelola hutan, masyarakat
baduy dalam membangun rumah tinggal juga, sangat memanfaatkan semua yang ada di
alam. Mulai dari kayu sebagai tiang rumah, dinding yang terbuat dari bambu
serta atap dari daun kirey semuanya diambil dari hutan dengan tidak berlebihan.
saat ini selain berhuma, masyarakat baduy memanfaatkan keahlian membuat
berbagai kerajinan untuk menambah penghasilan, misalnya saja tas yang terbuat
dari kulit kayu, orang baduy menyebutnya koja, kerajinan ini telah dijual ke
berbagai daerah. Padahal pada jaman dulu tas ini hanya digunakan oleh
masyarakat baduy saja. Selain itu kerajinan lainnya ialah kain tenun dengan
motif khas baduy. Pada mulanya kaum
wanita baduy menenun untuk bahan pakaian masyarakat baduy saja, namun
seiring banyaknya para pengunjung yang membawa kain ini keluar baduy/ maka
untuk saat ini cukup banyak kain tenun khas baduy, yang dijual diluar baduy.
Selain itu masyarakat baduy, juga sangat memperhatikan
sanitasi lingkungan, hal ini terlihat dari dalam setiap perkampungan tersedia
tempat MCK, yang letaknya agak jauh dari pemukiman, ketika hal itu ditanyakan
kepada tetua adat, mereka mengatakan dengan letak yang agak jauh dari
pemukiman, maka akan menjauhkan dari bau tidak sedap dan bibit penyakit yang
mungkin timbul dari MCK. kemudian di dalam lingkungan masyarakat baduy/penggunaan bahan kimia seperti deterjen juga sangat sedikit, bahkan di baduy
dalam penggunaan bahan kimia ini dilarang.
Dalam satu kesempatan kami bahkan sempat
mengadakan wawancara dengan jaro sebagai
kepala desa kanekes. sebenarnya kami penasaran dengan asal usul masyarakat
baduy, sebagai mana diketahui cukup banyak versi mengenai asal usul masyarakat
baduy ini. Selanjutnya sebagai informasi, selama melakukan perjalanan di baduy,
kami tidak diperkenankan memasuki wilayah baduy dalam. Gambar - gambar yang kami
dapatkan semuanya diambil dalam wilayah baduy luar. hal ini kami lakukan
sebagai bentuk penghormatan kepada kaum baduy dalam yang melarang penggunaan
segala bentuk teknologi di lingkungan
mereka. Perjalanan kami hanya sampai di kampung gajeboh sebagai batas wilayah
baduy luar dan baduy dalam. Hal ini ditandai dengan sebuah jembatan yang
terbuat dari bambu.
Melalui perjalan kali ini cukup banyak
manfaat yang di peroleh, salah satunya ialah mengenai keberadaan masyrakat
baduy di masyarakat. Sebagaimana di ketahui, ada segelintir orang yang memandang
rendah masyarakat baduy. Orang - orang ini menganggap masyarkat baduy sebagi kaum
terisolir dan terbelakang, dari perjalanan ini, dapat simpulkan bahwa
anggapan orang - orang itu salah. Bahkan menurut kami, masyarakat baduy patut
kita contoh dalam beberapa hal, misalnya saja cara mereka mengelola alam serta
mengatur sistem pemerintahan yang demokratis.
Ketika disinggung mengenai banyaknya para
pengunjung dari dunia luar ke baduy, para tetua mengatakan hal ini merupakan
hal yang wajar, selama para pengunjung ini menaati segala aturan yang berlaku
di baduy. Mereka akan menerima para pengunjung dengan tangan terbuka.
Image Credit : https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
Comments
Post a Comment