Makna Filosofis Ruwatan Bumi
Ruwatan Bumi Kampung Banceuy Subang
Masyarakat
peladang di tanah pasundan,sudah sejak ratusan tahun lalu memiliki berbagai
tradisi pemujaan terhadap dewi sri, layaknya berbagai komunitas adat di tanah
pasundan lainnya, masyarakat adat kampung Banceuy Subang, memiliki beberapa
tradisi pemujaan ini. Secara sederhana ruwatan bumi adalah ungkapan syukur atas hasil yang
diperoleh dari bumi, pengharapan setahun ke depan, serta penghormatan kepada
leluhur. Ruat dalam bahasa Sunda berarti mengumpulkan dan merawat. Yang
dikumpulkan dan dirawat adalah masyarakat dan hasil buminya.
Beberapa waktu lalu masyarakat kampung yang secara
administratif termasuk ke dalam wilayah desa sanca,kecamatan ciater kabupaten
subang ini, menggelar ritual ruwatan bumi,pada bulan terakhir dalam penanggalan
sunda, yaitu bulan rayagung. Prosesi ruwatan bumi ini telah di lakukan oleh
masyarakat kampung ini sejak awal tahun 1800-an, hingga sekarang. Pada awalnya
kampung kampung di sekitaran wilayah subang juga melaksanakan ritual ini, namun
yang bertahan sampai sekarang melaksanakan ritual ini, hanya kampung
banceuy. Dalam setiap penyelenggaraan ruwatan bumi menghabiskan biaya yang tidak
sedikit, disinilah kearifan warga banceuy, setiap anggota masyarakat bergotong - royong memikul beban ini, biasanya mereka mengumpulkan keperluan ritual baik
itu hasil bumi maupun hewan kerbau secara swadaya tanpa ada paksaan.
Prosesi ruwatan bumi dimulai dari pemotongan kerbau, nanti
nya daging dari kerbau ini akan di bagikan secara merata kepada semua anggota
masyarakat,selain itu sebagian dari daging ini akan di masak oleh masyarakat
sebagai hidangan bagi para tamu - tamu yang datang menghadiri upacara ritual. Setelah
pemotongan kerbau di lanjutkan dengan ritual ngadiukeun ritual ini bertujuan
mendoakan semua bahan makanan yang akan di masak untuk hidangan para
tamu.selama acara berlangsung ada sebuah hal unik, disetiap gang atau jalan di
seputaran kampung di buat sawen, yang bermakna filosofis memagari.
Dan di gerbang utama menuju kampung banceuy, masyarakat
secara gotong royong, membuat pintu hek, ini bermakna sebagai pemberitahuan
kepada masyarakat sekitar, bahwa di kampung banceuy sedang berlangsung ruwatan
bumi. Satu hari menjelang pelaksanaan di empat penjuru mata angin di lakukan
pula ritual ngalawar, ritual ini merupakan pemberian sesaji kepada para leluhur
kampung banceuy, agar acara puncak pada esok hari berlangsung lancar.
Ketika malam menjelang kemeriahan terus
berlangsung, bertempat di bale musyawarah digelar berbagai seni tradisi sunda, dimulai dari pagelaran seni gembyung,kesenian ini berisi syair - syair berbahasa
sunda, dulunya kerap di gunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam. Secara
kasat mata dalam pagelarannya menampilkan tiga pemain yang menabuh alat
seperti rebana, namun bentuknya lumayan besar, ditambah dengan
kendang. Pagelaran ini berlangsung hampir dua jam. Setelah gembyung di lanjutkan
dengan celempungan, alat musiknya terbuat dari bambu - besar, yang mengeluarkan
bunyi - bunyi ritmik. Sangat mirip dengan bunyi - bunyi gamelan. Konon alat - alat ini
diciptakan jauh sebelum gamelan. Seperti dalam pagelaran gembyun para penonton
terhanyut mengikuti iramanya, bahkan beberapa diantaranya sempat menari - nari mengikuti
alunan bebunyian. Kemudian pagelaran di lanjutkan dengan tarawangsa, sebuah
kesenian tradisi sunda yang sangat sakral, kecapi serta rebab mengalun
lembut, menghanyutkan semua penonton yang hadir. Tradisi ini bisa di katakan
sebagai salah satu tradisi khas sunda paling tua, pagelarannya sendiri tidak
sembarangan. Para penonton yang terhanyut menari mendayu dayu, mengikuti
lengkingan suara rebab serta dentingan kecapi. Bila di cermati alunan bunyi
bunyiannya sangat menggetarkan hati, dan membuat para penonton bertafakur
merenung menghayati hidup serta kehidupan di dunia, pagelaran tarawangsa ini
menutup pentas seni tradisional sunda malam itu.
Pagi hari menjelang acara puncak ruwatan bumi, dipimpin
sesepuh adat pemberian sesaji serta doa doa kembali dilakukan diempat penjuru
mata angin di seputaran kampung, tujuannya agar acara puncak berlangsung secara
lancar. Para kaum ibu berduyun - duyun datang ke bale musyawarah sambil membawa
nasi tumpeng serta kue - kue. Tumpeng serta kue ini nantinya akan di makan
bersama - sama setelah acara puncak selesai. Semua anggota masyarakat tumpah
ruah, anak - anak berdandan untuk mengikuti arak -arakan. Sebagai informasi dalam
arak - arakan akan membawa dewi sri beserta pasangannya, selain itu tampil pula
berbagai kesenian tradisi lainnya seperti gembyung serta sisingaan. Dan tidak
ketinggalan dongdang, dongdang atau pikulan ini berisi nasi tumpeng serta kue - kue dan berbagai hasil bumi lainnya.
Akhirnya prosesi arak - arakan berlangsung di mulai dari bale
musyawarah, arak - arakan ini berjalan mengelilingi kampung. Disela sela arak - arakan sesepuh kampung membawa pikulan dewi sri beserta pasangannya ke situs - situs
keramat di kampung banceuy, disitus ini di pimpin sesepuh kampung peserta arak - arakan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hasil bumi tahun depan lebih
baik dari tahun sekarang. Setelah berkeliling hampir dua jam konvoy arak - arakan
kembali ke bale musyawarah. Disini pikulan dewi sri beserta hasil bumi lain nya
kembali di doakan oleh sesepuh adat.setelah semua ritual ini selesai, semua
anggota masyarakat makan bersama - sama. Ritual ruwatan bumi bukanlah acara hura - hura belaka, banyak nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, penghargaan
kepada leluhur,pemanfaatan alam secara wajar merupakan dua hal penting yang
bisa kita ambil. Selain itu menjaga warisan alam bagi anak cucu kita merupakan
hal lainnya yang patut kita teladani.
Comments
Post a Comment